Senin, 21 Maret 2011

Post-traumatic stress disorder (PTSD)

Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah jenis gangguan kecemasan yang dipicu oleh peristiwa traumatis. Kita dapat mengembangkan gangguan stress pasca-trauma saat Kita mengalami atau saksi.

Bencana Gempa dan Tsunami di Jepang..

Gempa dan Tsunami telah meluluh lantakan jepang. Kedahsyatannya Tsunami di Jepang berdampak terhadap terjadinya tsunami mini di negara-negara pasifik, termasuk di Indonesia bagian timur. Memang efek tsunami mini tidak sehebat tusnami jepang. Namun, efek psikologis tsunami cukup besar bagi masyarakat pesisir, khususnya masyarakat yang tinggal didaerah rawan gempa dan tusnami. Masyarakat menjadi trauma dengan tsunami, walau belum pernah mengalami bencana tsunami.

Memang orang jepang sudah terbiasa dengan bencana. Sehingga gempa dan tsunami bukan lagi menjadi hal menakutkan. Meskipun demikian, tsunami telah menebar ketakutan tersendiri, terlebih lagi dengan ancaman bocornya reaktor nuklir. Ketakutan orang Jepang mungkin berbeda dengan orang indonesia.

Pertama, orang jepang tatap merasa tenang ditengah bencana. Sedangkan kita terkadang sering panik jika terjadi bencana. Kedua, Infrastruktur di Jepang telah didesain agar aman dari bencana gempa dan tsunami. Sedangkan infrastruktur di negara kita jauh dari kata aman dari gempa dan tsunami. Ketiga, budaya dan pendidikan di jepang sudang menerapkan sistem mitigasi bencana sebelum datangnya musibah. Sedangkan di negara kita mitigasi bencana baru gencar dilakukan setelah diterpa musibah.

Lambat laun kita akan bisa mengikuti bagaimana cara orang jepang menyikapi gempa dan tsunami. Efek trauma tsunami di masyarakat pesisir pantai barat sumatra barat harus diobati dengan pendidikan bencana secara formal maupun non formal.

Yang terlewatkan dalam bencana gempa dan tsunami di Jepang adalah penanganan aspek sosial dan psikologi dari bencana. Saya akan berusaha membahas dampak- dampaknya dengan kajian psikologi.

Bencana yang mengguncang Jepang (11/3/2011) lalu, sangat terlihat secara kasat mata bagaimana puing-puing dan sisa barang-barang yang tersapu tsunami. Tapi yang paling penting adalah kondisi kejiwaan korban dari bencana tersebut, bagaimana kehilangan keluarga atau orang- orang yang sangat dicintainya.

Banyak orang-orang yang menangis dan menjerit karena kehilangan keluarganya, jiwa mereka terguncang, segala penyesalan pun mereka rasakan. Mereka tidak tahu lagi bagaimana menghadapi hari-hari mereka tanpa orang- orang atau keluarga mereka yang hilang tersapu tsunami. Orang-orang melamun dan kebingungan apa yang harus dikerjakan pasca gempa tsunami tersebut. Banyak yang stress bahkan depresi dan tidak ada lagi semangat hidup, tapi kita sebagai makhluk sosial dan beragama wajib untuk saling membantu dan memberi perhatian serta dorongan semangat.

Kesehatan mental merekalah yang sangat penting diperhatikan, bagaimana mereka mampu menghadapi hari berikutnya pasca gempa tsunami, dan membangkitkan semangat mereka untuk menata kembali hari-hari dan kehidupan mereka. Para pemerintah negara-negara tetangga sigap membantu Jepang atas bencana yang dialaminya. Mereka menyumbangkan bantuan dana dan relawan untuk membantu korban bencana gempa tsunami tersebut.

Referensi:

· Harian KOMPAS, Jakarta Senin (14/3/2011).

Minggu, 13 Maret 2011

1. Penyesuaian Diri.

Menurut Kartono, penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis.

Hariyadi, menyatakan penyesuaian diri adalah kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau dapat pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri.

Ali dan Asrori, juga menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.

Scheneiders juga menjelaskan, penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup.

Hurlock, memberikan perumusan tentang penyesuaian diri secara lebih umum, yaitu bilamana seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara umum ataupun terhadap kelompoknya, dan ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan berarti ia diterima oleh kelompok atau lingkungannya. Dengan perkataan lain, orang itu mampu menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap lingkungannya

Aspek-aspek Penyesuaian Diri

Menurut Fatimah penyesuaian diri memiliki dua aspek, yaitu sebagai berikut:

  • Penyesuaian pribadi

Penyesuaian pribadi adalah kemampuan seseorang untuk menerima diri demi tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyatakan sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dalam mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut.

Pada aspek ini, keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai oleh:

  • Tidak adanya rasa benci,
  • Tidak ada keinginan untuk lari dari kenyataan atau tidak percaya pada

potensi dirinya.

Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi ditandai oleh:

  • Kegoncangan emosi
  • Kecemasan
  • Ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya sebagai akibat adanya jarak pemisah anatara kemampuan individu dan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya.
  • Penyesuaian sosial

Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial di tempat individu itu hidup dan berinterakasi dengan orang lain. Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup hungan dengan anggota keluarga, masyarakat, sekolah, teman sebaya, atau anggota masyarakat luas secara umum.

Proses yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Setiap kelompok masyarakat atau suku bangsa memiliki sistem nilai dan norma sosial yang berbeda-beda. Dalam proses penyesuaian sosial individu berkenalan dengan nilai dan norma sosial yang berbeda-beda lalu berusaha untuk mematuhinya, sehingga menjadi bagian dan membentuk kepribadiannya.

Karakteristik Penyesuaian Diri

Menurut Hariyadi dkk. (2003) terdapat beberapa karakteristik penyesuaian diri yang positif, diantaranya:

  • Kemampuan menerima dan memahami diri sebagaimana adanya. Karakteristik ini mengandung pengertian bahwa orang yang mempunyai penyesuaian diri yang positif adalah orang yang sanggup menerima kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan di samping kelebihan-kelebihannya. Individu tersebut mampu menghayati kepuasan terhadap keadaan dirinya sendiri, dan membenci apalagi merusak keadaan dirinya betapapun kurang memuaskan menurut penilaiannya. Hal ini bukan berarti bersikap pasif menerima keadaan yang demikian, melainkan ada usaha aktif disertai kesanggupan mengembangkan segenap bakat, potensi, serta kemampuannya secara maksimal.
  • Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara objektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan. Orang yang memiliki penyesuaian diri positif memiliki ketajaman dalam memandang realita, dan mampu memperlakukan realitas atau kenyataan secara wajar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ia dalam berperilaku selalu bersikap mau belajar dari orang lain, sehingga secara terbuka pula ia mau menerima feedback dari orang lain.
  • Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya. Karakteristik ini ditandai oleh kecenderungan seseorang untuk tidak menyia-nyiakan kekuatan yang ada pada dirinya dan akan melakukan hal-hal yang jauh di luar jangkauan kemampuannya. Hal ini terjadi perimbangan yang rasional antara energi yang dikeluarkan dengan hasil yang diperolehnya, sehingga timbul kepercayaan terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
  • Memiliki perasaan yang aman dan memadai Individu yang tidak lagi dihantui oleh rasa cemas ataupun ketakutan dalam hidupnya serta tidak mudah dikecewakan oleh keadaan sekitarnya. Perasaan aman mengandung arti pula bahwa orang tersebut mempunyai harga diri yang mantap, tidak lagi merasa terancam dirinya oleh lingkungan dimana ia berada, dapat menaruh kepercayaan terhadap lingkungan dan dapat menerima kenyataan terhadap keterbatasan maupun kekurangan-kekurangan dan lingkungan-nya.
  • Rasa hormat pada manusia dan mampu bertindak toleran Karakteristik ini ditandai oleh adanya pengertian dan penerimaan keadaan di luar dirinya walaupun sebenarnya kurang sesuai dengan harapan atau keinginannya.
  • Terbuka dan sanggup menerima umpan balik Karakteristik ini ditandai oleh kemampuan bersikap dan berbicara atas dasar kenyataan sebenarnya, ada kemauan belajar dari keadaan sekitarnya, khususnya belajar mengenai reaksi orang lain terhadap perilakunya.
  • Memiliki kestabilan psikologis terutama kestabilan emosi Hal ini tercermin dalam memelihara tata hubungan dengan orang lain, yakni tata hubungan yang hangat penuh perasaan, mempunyai pengertian yang dalam, dan sikapnya wajar.
  • Mampu bertindak sesuai dengan norma yang berlaku, serta selaras dengan hak dan kewajibannya.
  • Individu mampu mematuhi dan melaksanakan norma yang berlaku tanpa adanya paksaan dalam setiap perilakunya. Sikap dan perilakunya selalu didasarkan atas kesadaran akan kebutuhan norma, dan atas keinsyafan sendiri.

Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri

Menurut Sunarto dan Hartono (1995) terdapat bentuk-bentuk dari penyesuaian diri, yaitu:

  • Penyesuaian diri positif ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
  • Tidak adanya ketegangan emosional.
  • Tidak menunjukkan adanya mekanisme-mekanisme psikologis.
  • Tidak menunjukkan adanya frustasi pribadi.
  • Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
  • Mampu dalam belajar.
  • Menghargai pengalaman.
  • Bersikap realistik dan objektif.

Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk, antara lain:

  • Penyesuaian dengan menghadapi masalah secara langsung. Individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibatnya. Misalnya seorang siswa yang terlambat dalam menyerahkan tugas karena sakit, maka ia menghadapinya secara langsung, ia mengemukakan segala masalahnya kepada guru.
  • Penyesuaian dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan). Individu mencari bahan pengalaman untuk dapat menghadapi dan memecahkan masalahnya. Misal seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas, ia akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.
  • Penyesuaian dengan trial and error atau coba-coba. Individu melakukan suatu tindakan coba-coba, jika menguntungkan diteruskan dan jika gagal tidak diteruskan.
  • Penyesuaian dengan substitusi atau mencari pengganti. Jika individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, maka ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya gagal nonton film di gedung bioskop, dia pindah nonton TV.
  • Penyesuaian dengan menggali kemampuan pribadi. Individu mencoba menggali kemampuan-kemampuan khusus dalam dirinya, dan kemudian dikembangkan sehingga dapat membantu penyesuaian diri. Misal seorang siswa yang mempunyai kesulitan dalam keuangan, berusaha mengembangkan kemampuannya dalam menulis (me-ngarang), dari usaha mengarang ia dapat membantu mengatasi kesulitan dalam keuangan.
  • Penyesuaian dengan belajar. Individu melalui belajar akan banyak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dapat membantu menyesuaikan diri. Misal seorang guru akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak belajar tentang berbagai pengetahuan keguruan.
  • Penyesuaian dengan inhibisi dan pengendalian diri. Individu berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan, dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan. Cara inilah yang disebut inhibisi. Selain itu, individu harus mampu mengendalikan dirinya dalam melakukan tindakannya.
  • Penyesuaian dengan perencanaan yang cermat. Individu mengambil keputusan dengan pertimbangan yang cermat dari berbagai segi, antara lain segi untung dan ruginya.
    • Penyesuaian diri yang salah

Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya.

Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah yaitu:

  • Reaksi bertahan (defence reaction)

Individu berusaha untuk mempertahankan diri, seolah-olah tidak menghadapi kegagalan. Bentuk khusus reaksi ini antara lain:

·

    • Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari-cari alasan untuk membenarkan tindakannya.
    • Represi, yaitu berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis.
    • Proyeksi, yaitu melempar sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci dirinya.
    • Sour grapes (anggur kecut), yaitu dengan memutarbalikkan kenyataan. Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik, mengatakan bahwa mesin tik-nya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
  • Reaksi menyerang (aggressive reaction)

Reaksi-reaksi menyerang nampak dalam tingkah laku : selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, mau memiliki segalanya, bersikap senang mengganggu orang lain, menggertak baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan, menunjukkkan sikap permusuhan secara terbuka, menunjukkan sikap menyerang dan merusak, keras kepala dalam perbuatannya, bersikap balas dendam, memperkosa hak orang lain, tindakan yang serampangan, marah secara sadis.

  • Reaksi melarikan diri (escape reaction)

Reaksi melarikan diri, nampak dalam tingkah laku seperti berfantasi, yaitu memuaskan keinginan yang tidak tercapai dalam bentuk angan-angan, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu ganja, narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada tingkah laku yang tipis pada tingkat perkembangan yang lebih awal, misalnya orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil, dan lain-lain.

2. Pertumbuhan Personal

Manusia merupakan makhluk individu. Manusia itu disebut individu apabila pola tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan melalui proses yang panjang.

Setiap individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat pun terdapat norma-norma yang harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.

Dengan adanya naluri yang dimiliki suatu individu, dimana ketika dapat melihat lingkungan di sekitarnya maka secara tidak langsung maka individu akan menilai hal-hal di sekitarnya apakah hal itu benar atau tidak, dan ketika suatu individu berada di dalam masyarakat yang memiliki suatu norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada di lingkungan masyarakat yang disiplin yang menerapkan aturan-aturan yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian sehingga menjadi kepribadian yang disiplin, begitupun dalam lingkungan keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang religius maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang religius.

Terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menimblkan reflexions.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan individu, yaitu:

1. Faktor Biologis

Semua manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang utuh seperti kepala, tangan , kaki dan lainya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku. Namun ada warisan biologis yang bersifat khusus. Artinya, setiap individu tidak semua ada yang memiliki karakteristik fisik yang sama.

2. Faktor Geografis

Setiap lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya. Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik dan mencimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun jika lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan individu yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik pula.

3. Faktor Kebudayaan Khusus

Perbedaan kebuadayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga.

Dari semua faktor-faktor di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.

*Aliran asosiasi

perubahan terhadap seseorang secara bertahap karena pengaruh dan pengalaman atau empiri (kenyataan) luar, melalui panca indera yang menimbulkan sensasiton (perasaan) maupun pengalaman mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflektion.

*Psikologi gestalt

pertumbuhan adalah proses perubahan secara perlahan-lahan pada manusia dalam mengenal sesuatu secara keseluruhan, baru kemudian mengenal bagian-bagian dari lingkungan yang ada.

*Aliran sosiologi

Pertumbuhan adalah proses sosialisasi yaitu proses perubahan dari sifat yang semula asosial maupun sosial kemudian tahap demi tahap disosialisasikan.

Pertumbuhan individu sangat penting untuk dijaga dari sejak lahir agar bisa tumbuh menjadi individu yang baik dan berguna untuk sesamanya.

3. Arti Penting Stres Dalam Kehidupan Manusia

Menurut Morgan dan King,

“…as an internal state which can be caused by physical demands on the body (disease conditions, exercise, extremes of temperature, and the like) or by environmental and social situations which are evaluated as potentially harmful, uncontrollable, or exceeding our resources for coping”

Jadi stres adalah suatu keadaan yang bersifat internal, yang bisa disebabkan oleh tuntutan fisik (badan), atau lingkungan, dan situasi sosial, yang berpotensi merusak dan tidak terkontrol.

Stres juga didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subyek.

Menurut Hager stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stres dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsi suatu peristiwa.

Stressor
yang sama dapat dipersepsi secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan tidak berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian kognitif individu dalam hal ini nampaknya sangat menentukan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respon yang akan muncul.

Penilaian kognitif bersifat individual differences, maksudnya adalah berbeda pada masing-masing individu. Perbedaan ini disebabkan oleh banyak faktor. Penilaian kognitif itu, bisa mengubah cara pandang akan stres. Dimana stres diubah bentuk menjadi suatu cara pandang yang positif terhadap diri dalam menghadapi situasi yang stressful. Sehingga respon terhadap stressor bisa menghasilkan outcome yang lebih baik bagi individu.

Jenis-jenis Stres

Quick dan Quick mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:

  • Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
  • Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.

4. General Adaptation Syndrome ( Sindrom Adaptasi Umum)

Sindrom adaptasi umum, atau GAS, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan reaksi tubuh jangka pendek dan jangka panjang terhadap stres.
Stres pada manusia termasuk stres fisik seperti kelaparan, tertabrak mobil, atau penderitaan melalui cuaca buruk. Selain itu, manusia dapat mengalami stres emosional atau mental seperti kehilangan orang yang dicintai, ketidakmampuan untuk memecahkan masalah, atau bahkan mengalami hari yang sulit di tempat kerja.

Awalnya digambarkan oleh Hans Selye (1907-1982), seorang dokter Austria kelahiran yang beremigrasi ke Kanada pada tahun 1939, sindrom adaptasi umum merupakan tiga-tahap reaksi terhadap stres. Selye menjelaskan pilihannya terminologi sebagai berikut: "Saya menyebutnya sindrom umum karena hanya diproduksi oleh agen yang memiliki efek umum pada sebagian besar tubuh saya menyebutnya adaptif karena merangsang pertahanan ... saya menyebutnya sebagai sindrom karena.. manifestasi individu dikoordinasikan dan bahkan sebagian bergantung pada satu sama lain. "
Selye berpikir bahwa sindrom adaptasi umum melibatkan dua sistem utama dari tubuh, sistem saraf dan endokrin (atau hormon) sistem. Dia kemudian melanjutkan untuk menguraikan apa yang dianggap sebagai tiga tahapan yang berbeda dalam evolusi sindrom itu. Ia menyebut ini tahap reaksi alarm (AR), tahap resistensi (SR), dan tahap kelelahan (SE)​​.

Tahap 1: Reaksi alarm (ar)

Tahap pertama dari tahap adaptasi umum, reaksi alarm, adalah reaksi langsung terhadap stressor. Pada tahap awal stres, manusia memperlihatkan "melawan atau lari" respons, yang mempersiapkan tubuh untuk aktivitas fisik. Namun, respon awal juga dapat menurunkan efektivitas sistem kekebalan tubuh, membuat orang lebih rentan terhadap penyakit selama fase ini.

Tahap 2: Tahap resistensi (sr)

Tahap 2 juga mungkin bernama tahap adaptasi, bukan tahap perlawanan. Selama fase ini, jika stres terus berlanjut, tubuh beradaptasi dengan stres itu terkena. Perubahan di berbagai tingkatan dilakukan untuk mengurangi efek stressor. Misalnya, jika stressor adalah kelaparan (mungkin karena anoreksia), orang tersebut mungkin mengalami penurunan keinginan untuk kegiatan fisik untuk menghemat energi, dan penyerapan nutrisi dari makanan mungkin dimaksimalkan.

Tahap 3: tahap kelelahan (se)

Pada tahap ini, stres telah berlangsung selama beberapa waktu. tahan tubuh untuk menekankan secara bertahap dapat dikurangi, atau akan runtuh dengan cepat. Umumnya, ini berarti sistem kekebalan tubuh, dan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit, mungkin hampir sama sekali dihilangkan. Pasien yang mengalami stres jangka panjang mungkin menyerah pada serangan jantung atau infeksi berat karena mengurangi kekebalan mereka. Misalnya, seseorang dengan pekerjaan stres mungkin mengalami stres jangka panjang yang mungkin menyebabkan tekanan darah tinggi dan serangan jantung akhirnya.

Dr Selye tidak menganggap stress sebagai fenomena murni negatif, bahkan, ia sering menunjukkan stres yang tidak hanya merupakan bagian tak terhindarkan dari kehidupan tapi hasil dari kegembiraan atau kesenangan intens serta ketakutan atau kecemasan. "Stres bahkan tidak selalu buruk bagi Anda, tetapi juga merupakan bumbu kehidupan, untuk setiap emosi, kegiatan apa pun, menyebabkan stres." Beberapa peneliti kemudian telah menciptakan istilah "eustress" istilah atau stres yang menyenangkan, untuk mencerminkan fakta bahwa pengalaman positif seperti promosi pekerjaan, menyelesaikan gelar atau program pelatihan, pernikahan, perjalanan, dan banyak orang lain juga stres.
Selye juga menunjukkan bahwa persepsi manusia dan respon terhadap stres sangat individual, pekerjaan atau olahraga yang satu orang menemukan kecemasan-merangsang atau melelahkan mungkin cukup menarik dan menyenangkan untuk orang lain. Melihat tanggapan seseorang terhadap stres tertentu dapat berkontribusi untuk pemahaman yang lebih baik sumber daya tertentu seseorang fisik, emosional, dan mental dan membatasi.

Referensi:

· Kartono, K. (2000). Hygiene mental. Bandung: Mandar Maju.

· Yusuf,S. (2004). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya Offset.

Sabtu, 05 Maret 2011

KEPRIBADIAN MENURUT ROGERS, KEPRIBADIAN SEHAT MENURUT ABRAHAM MASLOW & ERICH FROM....

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar belakang masalah

Dalam Kesehatan Mental ada beragam pembahasan menurut para Ahli, yaitu menurut Rogers, Abraham Maslow dan Erich Fromm. Banyak teori kepribadian menurut Rogers. Abraham Maslow dan Erich Fromm juga membahas tentang kepribadian yang sehat.Semua tercantum dalam makalah ini dan diharapkan dapat menambah wawasan kita tentang “Kesehatan Mental”.



II. Perumusan Masalah

Dalam makalah ini tentunya membahas tentang Kepribadian sehat menurut Abraham Maslow dan Erich Fromm serta Teori kepribadian menurut Rogers (Perkembangan Kepribadian “SELF”, Peranan Rogers dalam Pembentukan Kepribadian Individu, Ciri-ciri Orang yang Berfungsi Sepenuhnya).






BAB 2

PEMBAHASAN


I. KEPRIBADIAN MENURUT ROGERS

A. Perkembangan Kepribadian “SELF”

Rogers tidak terlalu memberi perhatian kepada teori kepribadian. Baginya cara mengubah dan perhatian terhadap proses perubahan kepribadian jauh lebih penting dari ada karakteristik keppribadian itu sendiri. Namun demikian, karena dalam konseling selalu memperhatikan perubahan – perubahan kepribadian, maka atas dasar pengalamannya Rogers memiliki pandangan khusus yang sekaligus menjadi dasar dalam menerapkjan asumsi – asumsinya terhadap proses konseling.
Rogers mengungkapkan terdapat tiga unsur yang sangat essensial dalam hubunbgannya dengan kepribadian, yaitu ;
1. Self, adalah bagian dari kepribadian yang terpenting dalam pandangan Rogers. Self disebut pula self concept, merupakan persepsi dan nilai – nilai individu tentang dirinya atau hal – hal lain yang berhubungan dengan dirinya. Self meliputi dua hal, (1) Self real, merupakan gambaran sebenarnya tentang dirinya yang nyata, (2) Ideal self, merupakan apa yang menjadi kesukaan, harapan, atau yang idealisasi tentang dirinya.
2. Medan Fenomenal (fenomenal field) merupakan keseluruhan pengalaman seseorang yang diterimanya baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Kita mampu memahami fenomenal field seseorang hanya dengan menggunakan kerangka pemiiran internal individu yang bersangkutan (imternal frame of referance)
3. Organisme, merupakan keseluruhan totalitas imdividu yang meliputi ; pemikiran, perilaku dan keadaan fisik. Organisme mempunyai satu kecenderungan dan dorongan dasar, yaitu mengaktualisasikan, mempertahankan dan mengembangkan diri.

Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus menerus antara organisme, self dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian perlu dibahas tentang dinamika kepribadian berikut
1. Kecenderungan mengaktualisasikan diri.
Rogers beranggapan bahwa organismw manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk mengarahkann mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya. Kecenderungan mengaktalisasikan ini sifatnya terarah, konstruktif dan ada dalam kehidupannya. Kecenderungan mengaktualisasi sebagai daya dorong ( motive force ) individu, yang bersufat inherent, karena sudah dimiliki sejak dilahirkan, hal ini ditunjukan dengan kemampuan bayi untuk memberikn penilaian apa yang terasa baik (actualizing) dan yang terasa tidak baik (nonactualizing) terhadap peristiwa yang diterimanya.
2. Penghargaan positif dari orang lain
Self berkembang dari interaksi yang dilakukan oeganisme dengan realitas lingkungannya, dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi ndividu. Lingkngan sosial yang sangat berpengaruh adalah orang – orang yang bermakna baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang positif, apabila di dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang lain (positive regard). Tentunya penghargaan positif yang diberikan kepada individutidak diberikan dengan cara memaksa atau bersyarat karena pemberian penghargaan yang bersyarat akan menghambat pertumbuhannya.
3. Person yang berfungsi secara utuh.
Individu yang terpenuhi kebutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat dan mengalami penghargaan diri, akan dapat memncapai kondisi yang kongruensi antara self dan engalamannya, pada akhirnya dia akan dapat mencapai penyesuaian psikologis secara baik. Rogers menegaskan bahwa orang yang demikian ini menjadi pribadi yang berfungsi secara sempurna (fully functional person), yang ditandai oleh keterbukaan terhadap pengalaman, percaya kepada organismenya sendiri, dapat mengekpresikan perasaan – perasaannya secara bebas, bertindak secara mandiri, dan krteatif (Rogers, 1970). Fully functioning ini pada dasrnya sebagai tujuan hidup manusia.

Inti dari teori- teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah- masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri. Rogers menerima istilah self dari pengalaman- pengalaman realita masing- masing individu.

B. Peranan Rogers dalam Pembentukan Kepribadian Individu

Positive regards,suatu kebutuhan yang memaksa dan merembes,dimiliki semua orang, setiap anak terdorong untuk mencari positive regards.Cara-cara khusus bagaimana diri itu berkembang dan apakah dia akan menjadi sehat atau tidak tergantung pada cinta yang diterima anak itu pada masa kecil. Pada waktu diri itu mulai berkembang,anak itu juga belajar membutuhkan cinta. Rogers menyebut kebutuhan ini “penghargaan positif” (positive regards). Anak puas kalau dia menerima kasih sayang,cinta,dan persetujuan dari orang-orang lain,tetapi dia kecewa kalau dia menerima celaan dan kurang mendapat cinta dan kasih sayang. Oleh karena itu,peran orang tua sangat penting bagi perkembangan anak. Berikan anak cinta dan kasih sayang yang seutuhnya,jangan sampai anak tidak mengenali figur dari salah satu atau kedua orang tuanya. Karena hal itu akan berpengaruh negatif bagi perkembangan anak. Anak akan tumbuh menjadi suatu kepribadian sehat tergantung pada sejauh manakah kebutuhan akan positive regards ini dipuaskan dengan baik. Anak mulai mengembangkan sesuatu “pengertian-diri” (self-concept) melalui positive regards.
Setiap manusia memiliki kebutuhan basic akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, cinta, kasih, dan sayang dari orang lain. Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2 yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak bersyarat).
Pribadi yang berfungsi sepeuhnya adalah pribadi yang mengalami pengharagaan positif tak bersyarat. Mengapa? Karena ini penting, dihargai, diterima, disayangi, dicintai sebagai seseorang yang berarti tentu akan menerima dengan penuh kepercayaan.

C. Ciri-ciri Orang yang Berfungsi Sepenuhnya

, Rogers memberikan lima sifat orang yang berfungsi sepenuhnya.

1. Keterbukaan pada Pengalaman
Orang yang demikian mengetahui segala sesuatu tentang kodratnya; tidak ada segi kepribadian tertutup. Itu berarti bahwa kepribadian adalah fleksibel, tidak hanya mau menerima pengalaman-pengalaman yang diberikan oleh kehidupan, tetapi juga dapat menggunakannya dalam membuka kesempatan-kesempatan persepsi dan ungkapan baru. Sebaliknya, kepribadian orang yang defensif, yang beroperasi menurut syarat-syarat penghargaan adalah statis, bersembunyi di belakang peranan-peranan, tidak dapat menerima atau bahkan mengetahui pengalaman-pengalaman tertentu.
Orang yang berfungsi sepenuhnya dapat dikatakan lebih ”emosional” dalam pengertian bahwa dia mengalami banyak emosi yang bersifat positif dan negatif (misalnya, baik kegembiraan maupun kesusahan) dan mengalami emosi-emosi itu lebih kuat daripada orang defensif.

2. Kehidupan Eksistensial
Orang yang berfungsi sepenuhnya, hidup sepenuhnya dalam setiap momen kehidupan. Setiap pengalaman dirasa segar dan baru, seperti sebelumnya belum pernah ada dalam cara yang persis sama. Maka dari itu, ada kegembiraan karena setiap pengalaman tersingkap.Rogers percaya bahwa kualitas dari kehidupan eksistensial ini merupakan segi yang sangat esensial dari kepribadian yang sehat. Kepribadian terbuka kepada segala sesuatu yang terjadi pada momen itu dan dia menemukan dalam setiap pengalaman suatu struktur yang dapat berubah dengan mudah sebagai respons atas pengalaman momen yang berikutnya.

3. Kepercayaan Terhadap Organisme Orang Sendiri
Prinsip ini mungkin paling baik dipahami dengan menunjuk kepada pengalaman Rogers sendiri. Dia menulis “Apabila suatu aktivitas terasa seakan-akan berharga atau perlu dilakukan, maka aktivitas itu perlu dilakukan. Dengan kata lain, saya telah belajar bahwa seluruh perasaan organismik saya terhadap suatu situasi lebih dapat dipercaya daripada pikiran saya”?. Seseorang yang beroperasi semata-mata atas dasar rasional atau intelektual sedikit banyak adalah cacat, karena mengabaikan faktor-faktor emosional dalam proses mencapai suatu keputusan. Semua segi organisme-sadar, tak sadar, emosional, dan juga intelektual – harus dianalisis dalam kaitannya dengan masalah yang ada. Karena data yang digunakan untuk mencapai suatu keputusan adalah tepat (tidak diubah) dank arena seluruh kepribadian mengambil bagian dalam proses membuat keputusan, maka orang-orang yang sehat percaya akan keputusan mereka, seperti mereka percaya diri mereka sendiri.
Sebaliknya orang yang defensive membuat keputusan-keputusan menurut larangan-larangan yang membimbing tingkah lakunya. Misalnya, dia mungkin dibimbing oleh ketakutan terhadap apa yang akan dipikirkan orang-orang lain, terhadap pelanggaran suatu adat sopan santun atau karena kelihatan bodoh. Karena orang yang defensif tidak mengalami sepenuhnya, maka ia tidak memiliki data yang lengkap dan tepat tentang semua segi dari suatu situasi, Rogers menyamakan orang ini dengan suatu komputer yang diprogramkan untuk menggunakan suatu bagian dari data yang relevan.

4. Perasaan Bebas
Sifat kepribadian yang sehat ini terkandung dalam pembicaraan kita di atas. Rogers percaya bahwa semakin seseorang sehat secara psikologis, semakin juga ia mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak. Orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa adanya paksaan-paksaan atau rintangan-rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Tambahan lagi, orang yang berfungsi sepenuhnya memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya bahwa masa depan tergantung pada dirinya, tidak diatur oleh tingkah laku, keadaan, atau peristiwa-peristiwa masa lampau. Karena merasa bebas dan berkuasa ini maka orang yang sehat melihat sangat banyak pilihan dalam kehidupan dan merasa mampu melakukan apa saja yang mungkin ingin dilakukannya.


5. Kreativitas
Semua orang yang berfungsi sepenuhnya sangat kreatif. Mengingat sifat-sifat lain yang mereka miliki, sukar untuk melihat bagaimana seandainya kalau mereka tidak demikian. Orang-orang yang terbuka sepenuhnya kepada semua pengalaman, yang percaya akan organisme mereka sendiri, yang fleksibel dalam keputusan serta tindakan mereka ialah orang-orang – sebagaimana dikemukakan Rogers – yang akan mengungkapkan diri mereka dalam produk-produk yang kreatif dan kehidupan yang kreatif dalam semua bidang kehidupan mereka. Tambahan lagi, mereka bertingkah laku spontan, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam sekitar mereka.


II. KEPRIBADIAN SEHAT MENURUT ABRAHAM MASLOW

A.Individu sebagai Kesatuan Terpadu
Sebelum menguraikan teori tentang Hirarki Kebutuhan, Maslow dalam karya masyhurnya, Motivation and Personality, memaparkan terlebih dahulu sejumlah proposisi yang harus diperhatikan sebelum seseorang menyusun sebuah teori motivasi yang sehat. Maslow mengakui sendiri bahwa sejumlah proposisi sangat benar dalam arti dapat diterima oleh banyak kalangan. Sejumlah proposisi lain barangkali kurang dapat diterima dan dapat diperdebatkan. Hal ini mencerminkan kelegowoan Maslow untuk tidak begitu saja memutlakkan teorinya. Berhubung teori ini berkenaan dengan manusia yang dinamis multidimensional, lumrah kiranya bahwa pandangan tertentu kurang universal. Berikut ini sejumlah proposisi awal untuk memahami jalan pikiran Maslow.
Maslow pertama-tama menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi. Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian. Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang melakukan eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat.


B.Hirarki Kebutuhan
Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
2. Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
3. Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
4. Kebutuhan akan penghargaan: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Maslow menyebut teori Hirarki Kebutuhan-nya sendiri sebagai sintesis atau perpaduan teori yang holistik dinamis. Disebut demikian karena Maslow mendasarkan teorinya dengan mengikuti tradisi fungsional James dan Dewey, yang dipadu dengan unsur-unsur kepercayaan Wertheimer, Goldstein, dan psikologi Gestalt, dan dengan dinamisme Freud, Fromm, Horney, Reich, Jung, dan Adler.

Identifikasi Kebutuhan Fisiologis

Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.
Tak teragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya. Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.

Identifikasi Kebutuhan Rasa Aman

Segera setelah kebutuhan dasariah terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman atau keselamatan. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.

Identifikasi Kebutuhan Sosial

Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.

Identifikasi Kebutuhan akan Penghargaan

Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.




Identifikasi Kebutuhan Aktualisasi Diri

Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima. Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan mendapat sorotan lebih luas dan dalam sebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori.

Ciri-ciri Pribadi Aktualisasi Diri

Dari hasil penelitian yang merupakan proses analisis panjang, Maslow akhirnya mengidentifikasikan 19 karakteristik pribadi yang sampai pada tingkat aktualisasi diri.
1. Persepsi yang jelas tentang hidup (realitas), termasuk kemampuan untuk mendeteksi kepalsuan dan menilai karakter seseorang dengan baik. Berkat persepsi yang tajam, mereka lebih tegas dan jitu dalam memprediksikan peristiwa yang bakal terjadi. Mereka lebih mampu melihat dan menembus realitas-realitas yang tersembunyi dalam aneka peristiwa; lebih peka melihat hikmah dari pelbagai masalah.
2. Pribadi demikian melihat hidup apa adanya dan bukan berdasarkan keinginan mereka. Mereka lebih obyektif dan tidak emosional. Orang yang teraktualisasi diri tidak akan membiarkan harapan-harapan dan hasrat-hasrat pribadi menyesatkan pengamatan mereka. Sebaliknya kebanyakan orang lain mungkin hanya mau mendengarkan apa yang ingin mereka dengar dari orang lain sekalipun menyangkut hal yang tidak benar dan jujur.
3. Mempunyai spontanitas yang lebih tinggi. Mereka lebih peka terhadap inner life yang kaya dan tidak konvensional, serta memiliki kemampuan untuk melihat dunia dari sudut pandang baru dan menghargai keindahan dalam hal-hal yang biasa. Biasanya mereka tidak merasa perlu menyembunyikan perasaan atau pikiran mereka, atau bertingkah laku yang dibuat-buat. Pribadi teraktualisai punya selera yang tinggi terhadap seni, musik, dan masalah-masalah politik dan filsafat.
4. Keterpusatan-pada-masalah. Mereka amat konsisten dan menaruh perhatian pada pertanyaan dan tantangan dari luar diri, memiliki misi atau tujuan yang jelas sehingga menghasilkan integritas, ketidakpicikan, dan tekun introspeksi. Mereka mempunyai komitmen yang jelas pada tugas yang harus mereka kerjakan dan mampu melupakan diri sendiri, dalam arti mampu membaktikan diri pada pekerjaan, tugas, atau panggilan yang mereka anggap penting.
5. Merindukan kesunyian. Selain mencari kesunyian yang menghasilkan ketenteraman batin, mereka juga dapat menikmatinya.
6. Mereka sangat mandiri dan otonom, namun sekaligus menyukai orang lain. Mereka punya keinginan yang sehat akan keleluasaan pribadi yang berbeda dari kebebasan neurotik (yang serba rahasia dan penuh rasa takut). Terkadang mereka terlihat sangat otonom, karena mereka menggantungkan diri sepenuhnya pada kapasitas sendiri. Inilah paradoksnya: mereka adalah orang yang paling individualis sekaligus sosial dalam masyarakat. Bila mereka menaati suatu aturan atau perintah, hal itu didasarkan pada pemahaman akan manfaat yang dapat dicapai dari pemenuhan aturan yang bersangkutan, dan bukan karena ikut-ikutan.
7. Ada kalanya mereka mengalami apa yang disebut “pengalaman puncak” (peak experience); saat-saat ketika mereka merasa berada dalam keadaan terbaik, saat diliputi perasaan khidmat, kebahagiaan dan kegembiraan yang mendalam atau ekstase. Hal ini berkaitan dengan kemampuan mereka untuk berkonsentrasi secara luar biasa. Kadang-kadang kemampuan ini membuat mereka seolah linglung. Tidak jarang mereka mengalami flow dalam kegiatan yang mereka lakukan.
8. Rasa kekeluargaan terhadap sesama manusia yang disertai dengan semangat yang tulus untuk membantu sesama.
9. Pribadi unggul ini lebih rendah hati dan menaruh hormat pada orang lain. Mereka yakin bahwa dalam banyak hal mereka harus belajar dari orang lain. Hal ini membuat mereka mampu untuk mendengarkan orang lain dengan penuh kesabaran. Keutamaan (virtue) ini lahir dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri. Sama seperti anak-anak, mereka mampu mendengarkan orang lain tanpa apriori atau penilaian sebelumnya. Maslow menyebut keunggulan ini sebagai “Being cognition” atau “B-cognition”; pengamatan yang pasif dan reseptif.
10. Mereka memiliki etika yang jelas tentang apa yang baik dan apa yang jahat. Namun bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur.
11. Selera humor yang baik. Mereka tidak tertarik pada pelbagai lelucon yang melukai atau menyiratkan inferioritas yang membuat orang lain merasa dilecehkan. Mereka lebih menyukai humor yang filosofis, kosmik, atau yang nilai humornya terkandung dalam logika kata-kata. Mereka juga menonjol dalam hal toleransi terhadap kelemahan-kelemahan alamiah orang lain. Namun mereka sangat anti terhadap ketidakjujuran, penipuan, kebohongan, kekejaman, dan kemunafikan.
12. Kreatif dalam mengucapkan, melakukan, dan menyelesaikan sesuatu. Sifat ini dikaitkan dengan fleksibelitas, tidak takut membuat sesuatu yang di kemudian hari ternyata adalah kesalahan, dan keterbukaan. Seperti seorang anak yang lugu, mereka tidak takut berkreasi karena cemoohan orang lain. Mereka kreatif dan melihat aneka peristiwa secara segar tanpa prasangka. Menurut Maslow, hampir setiap anak mampu membuat lagu, sajak, tarian, lakon, atau permainan secara mendadak, tanpa direncanakan atau didahului oleh maksud tertentu sebelumnya. Demikian jugalah kira-kira kreativitas orang yang teraktualisasi diri.
13. Mereka memiliki penghargaan yang sehat atas diri sendiri bertolak dari pengenalan akan potensi diri mereka sendiri. Mereka bisa menerima pujian dan penghargaan tetapi tidak sampai tergantung pada penghargaan yang diberikan orang lain. Mereka tidak mendewakan kemasyhuran dan ketenaran kosong.
14. Ketidaksempurnaan. Mereka tentu juga mempunyai perasaan bersalah, cemas, bersalah, iri dan lain-lain. Namun perasaan itu tidak seperti yang dialami orang-orang yang neurotis. Mereka lebih dekat dengan cara pikir positif. Mereka tidak selalu tenang, kadang-kadang bisa meledakkan amarah pula; bosan dengan obrolan basa-basi , omong-kosong, dan hiruk-pikuk suasana pesta.
15. Mereka mempunyai “hirarki nilai” yang jelas. Mereka mampu melihat dan membedakan mana yang lebih penting dan harus diprioritaskan dalam situasi tertentu. Kadar konflik dirinya rendah. Mereka memiliki lebih banyak energi untuk tujuan-tujuan yang produktif daripada menghabiskan waktu untuk menyesali diri dan keadaan. Bagi mereka, pertentangan antara yang baik dan yang buruk tidaklah menjadi masalah. Secara konsisten, mereka akan memilih dan lebih menyukai nilai-nilai yang lebih luhur, dan dengan tulus mengikutinya. Bagi orang-orang ini, disiplin diri relatif mudah sebab apa yang ingin mereka lakukan sejalan dengan apa yang mereka yakini benar. Nilai-nilai mereka didasarkan pada apa yang nyata bagi mereka, bukan pada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka.
16. Resistensi terhadap inkulturisasi. Mereka mampu melihat hal-hal di luar batasan kebudayaan dan zaman. Maslow menyebut mereka mempunyai apa yang disebut “kemerdekaan psikologis”. Hal itu tercermin dari keputusan-keputusan mereka yang terkadang “melawan arus” pendapat khalayak ramai. Mereka tidak segan menolak kebudayaan mereka jika memang tidak sejalan dengan akal sehat. Untuk hal-hal kecil seperti sopan-santun, bahasa, dan pakaian, makanan, dan sebagainya tidak dipermasalahkan. Tapi bila menyangkut hal-hal yang dirasa melawan prinsip-prinsip dasar, mereka dapat bersikap bebas mandiri dan bertindak di luar kebiasaan.
17. Mereka cenderung mencari persahabatan dengan orang yang memiliki karakter yang sama, seperti jujur, tulus hati, baik hati dan berani, namun tidak menghiraukan ciri-ciri superfisial seperti kelas sosial, agama, latar belakang ras, dan penampilan. Dalam hal ini mereka tidak merasa terganggu oleh perbedaan-perbedaan. Makin matang kepribadiannya, mereka makin tidak peduli dengan penampilan ayu, tubuh tegap, badan montok, dan sebagainya. Sebaliknya mereka amat menjunjung tinggi soal kecocokan, kebaikan, ketulusan, dan kejujuran.
18. Secara umum dapat dikatakan bahwa orang yang teraktualisasi diri cenderung membina hidup perkawinan yang kokoh, bahagia, dan berlangsung seumur hidup. Dalam pribadi yang sehat, perkawinan yang terbina memungkinkan kedua belah pihak saling meningkatkan kepercayaan dan harga diri, saling memberikan manfaat.
19. Mereka itu sangat filosofis dan sabar dalam menuntut atau menerima perubahan yang perlu secara tertib. Sementara kebanyakan orang dalam masyarakat cenderung bersikap sangat praktis atau sangat teoritis, orang yang teraktualisasi diri lebih condong bersikap praktis sekaligus teoritis tergantung kondisi yang bersangkutan. Mereka berusaha mencintai dunia apa adanya, dengan tetap membuka mata pada kekurangan yang ada seraya berupaya memperbaikinya.


III. KEPRIBADIAN SEHAT MENURUT ERICH FROMM
Ketika Erich Fromm (1900-) berusia 12 tahun, seorang wanita muda yang cantik dan berbakat, sahabat dari keluarganya, membunuh diri. Fromm sangat tergoncang oleh tragedi ini, untuk itu rupanya tidak ada penjelasan yang masuk akal. Tidak ada orang yang dapat memahami mengapa dia memilih untuk mengakhiri hidupnya. Peristiwa itu sangat menyentuh Fromm, tetapi peristiwa tersebut bukanlah perjumpaannya yang pertama dan yang terakhir dengan tingkah laku irasional.
Sebagai satu-satunya anak dari orang tua neurotis, Fromm bertumbuh dalam satu rumah tangga yang dilukiskannya sebagai rumah tangga yang tegang. Ayahnya suka murung, cemas dan muram, sedangkan ibunya mudah menderita depresi hebat. Kelihatannya Fromm yang muda itu tidak dikelilingi oleh kepribadian-kepribadian yang sehat. Masa kanak-kanak dan remajanya merupakan suatu laboratorium yang hidup bagi observasi terhadap tingkah laku neurotis.
Dari pengalaman-pengalaman yang membingungkan ini, Fromm mengembangkan keinginan untuk memahami kodrat dan sumber dari tingkah laku manusia irasional. Dalam tahun-tahun berikutnya, Fromm mengembangkan dan memperhalus teorinya sendiri tentang kepribadian dalam suatu seri buku-buku yang sangat popular. Sistemnya menggambarkan kepribadian sebagai yang ditentukan oleh kekuatan-kekuatan sosial yang mempengaruhi individu dalam masa kanak-kanak dan juga oleh kekuatan-kekuatan historis yang telah mempengaruhi perkembangan spesies manusia.
Fromm menulis, “Kita adalah orang-orang yang harus menjadi sesuai dengan keperluan-keperluan masyarakat di mana kita hidup”. Karena kekuatan-kekuatan sosial dan kultural begitu penting, Fromm percaya bahwa perlu menganalisis struktur masyarakat (masa lampau dan sekarang) supaya memahami struktur anggota-anggota individu dalam masyarakat itu. Jadi kodrat masyarakat adalah kunci untuk memahami dan mengubah kepribadian manusia. Sebagaimana halnya kebudayaan, maka akan demikian juga halnya individu. Apakah sebagian kepribadian itu sehat atau tidak sehat tergantung pada kebudayaan yang membantu atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan manusia yang positif.
Pendekatan Fromm Terhadap Kepribadian
Fromm melihat kepribadian hanya sebagai suatu produk kebudayaan. Karena itu dia percaya bahwa kesehatan jiwa harus di definisikan menurut bagaimna baik nya masyarakat menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan dasar semua individu, bukan menurut bagaimana baiknya individu-individu menyesuaikan diri dengan masyarakat. Karena itu kesehatan psikologis tidak begitu banyak merupakan usaha masyarakat. Faktor kunci ialah bagaimana suatu masyarakat memuaskan secukupnya kebutuhan-kebutuhan manusia.
Suatu masyarakat yang tidak sehat atau sakit menciptakan permusuhan, kecurigaan, ketidakpercayaan dalam anggota-anggotanya, dan merintangi pertumbuhan penuh dari setiap individu. Suatu masyarakat yang sehat membiarkan anggota-anggotanya mengembangkan cinta satu sama lain, menjadi produktif yang kreatif, mempertajam dan memperhalus tenaga pikiran dan objektivitasnya dan mempermudah timbulnya individu-individu yang berfungsi sepenuhnya. Tetapi apabila kekuatan-kekuatan sosial mencampuri kecenderungan kodrati untuk pertumbuhan, akibatnya ialah tingkah laku irasional dan neurotis, masyarakat-masyarakat yang sakit menghasilkan orang-orang yang sakit.
Sebagai hasil perkembangan dari analisis-analisis historisnya, Fromm melukiskan hakikat keadaan manusia sebagai kesepian dan ketidakberartian. Menurut Fromm, kita adalah makhluk yang unik dan kesepian. Sebagai akibat evolusi kita dari binatang-binatang yang lebih rendah, kita tidak lagi bersatu dengan alam, kita telah mengatasi alam. Tidak seperti tingkah laku binatang, tingkah laku kita tidak terikat pada mekanisme-mekanisme instinktif. Akan tetapi perbedaan yang sangat penting antara manusia dan binatang yang lebih rendah terletak pada kemampuan kita akan kesadaran diri, pikiran, dan khayal. Kita mengetahui bahwa kita akhirnya tidak berdaya, kita akan mati, dan terpisah dari alam.
Terdapat kebebasan kepribadian yang lebih besar dalam interaksi-interaksi dengan orang-orang lain dan dengan Allah, dan peranan-peranan sosial lebih fleksibel. Orang lebih mampu memilih kehidupan pribadi. Tentu saja, kita mencapai perasaan bebas yang lebih besar dengan mengorbankan ikatan-ikatan yang telah memberikan perasaan aman dan perasaan memiliki. Akibatnya, ciri kondisi manusia ialah perasaan isolasi dan alienasi, tidak hanya dari alam tetapi juga dari masyarakat dan sesama kita manusia. Kita bebas dari perbudakan dan tata tertib sosial yang kaku, tetapi karena kita semakin tidak aman, maka kita tidak bebas mengembangkan potensi-potensi kita yang penuh, hakikat yang penuh dari diri kita.
Dorongan Kepribadian Yang Sehat
Sebagai organisme yang hidup, kita didorong untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis dasar akan kelaparan, kehausan, dan seks. Apa yang penting dalam mempengaruhi kepribadian ialah kebutuhan-kebutuhan psikologis. Semua manusia sehat dan tidak sehat didorong oleh kebutuhan-kebutuhan tersebut, perbedaan antara mereka terletak dalam cara bagaimana kebutuhan-kebutuhan ini dipuaskan. Orang-orang yang sehat memuaskan kebutuhan-kebutuhan psikologis secara kreatif dan produktif. Orang-orang yang sakit memuaskan kebutuhan-kebutuhan tersebut dengan cara-cara irasional.
Fromm mengemukakan lima kebutuhan yang berasal dari dikotomi kebebasan dan keamanan :
1. Hubungan
Manusia menyadari hilangnya ikatan utama dengan alam dan dengan satu sama lain. Kita mengetahui bahwa kita masing-masing terpisah sendirian, dan tak berdaya. Sebagai akibatnya, kita harus mencari ikatan-ikatan baru dengan orang lain, kita harus menemukan suatu perasaan hubungan dengan mereka untuk menggantikan ikatan-ikatan kita yang hilang dengan alam. Fromm percaya bahwa pemuasan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan orang-orang lain ini sangat penting untuk kesehatan psikologis. Ada beberapa cara untuk menemukan hubungan. Beberapa cara adalah destruktif (tidak sehat), dan cara-cara lainnya konstruktif (sehat). Seseorang dapat berusaha untuk bersatu dengan dunia dengan bersikap tunduk kepada orang lain, kepada suatu kelompok, atau kepada sesuatu yang ideal, seperti Tuhan. Dengan menundukan diri, orang tidak lagi sendirian, tetapi menjadi milik dari seseorang atau sesuatu yang lebih besar daripada dirinya sendiri. Kemungkinan lain seseorang dapat berusaha untuk berhubungan dengan dunia dengan menguasainya, dengan memaksa orang-orang lain tunduk kepadanya. Cara yang sehat untuk berhubunagn dengan dunia adalah melalui cinta. Cinta memuaskan kebutuhan akan keamanan dan juga menimbulkan sesuatu perasaan integritas dan individualitas. Fromm tidak mendefinisikan cinta semata-mata dalam pengertian erotis, definisinya meliputi cinta orangtua terhadap anak, cinta kepada diri sendiri, dan dalam pengertian yang lebih luas, solidaritas dengan semua orang dan mencintai mereka.
2. Trasendensi
Erat hubungannya dengan kebutuhan hubungan ialah kebutuhan manusia untuk mengatasi atau melebihi peranan-peranan pasif sebagai ciptaan. Karena menyadari kodrat kelahiran dan kematian aksidental dan watak eksistensi yang serampangan, manusia didorong untuk melebihi keadaan tercipta menjadi pencipta, pembentuk yang aktif dari kehidupannya sendiri. Fromm percaya bahwa dalam perbuatan menciptakan (anak-anak, ide-ide, kesenian, atau barang-barang material) manusia mengatasi kodrat eksistensi yang pasif dan aksidental, dengan demikian mencapai suatu perasaan akan maksud dan kebebasan. Menciptakan ialah cara ideal atau sehat untuk melebihi keadaan binatang yang pasif yang tidak diterima oleh manusia karena kemampuan pikiran dan daya khayalnya. Tetapi apa yang terjadi apabila seseorang tidak mampu menjadi kreatif ? kebutuhan akan transendensi harus dipuaskan apabila tidak dengan suatu cara yang sehat maka dengan suatu cara yang tidak sehat. Fromm percaya bahwa jalan lain untuk kreativitas ialah destruktivitas. Destruktivitas , misalnya kreativitas, merupakan suatu keterlibatan aktif dengan dunia. Inilah satu-satunya pilihan yang dimiliki seseorang, yakni menciptakan atau membinasakannya, mencintai atau membenci, tidak ada cara-cara lain untuk mencapai transendensi. Destruktivitas dan kreativitas keduanya berakar secara mendalam pada kodrat manusia. Akan tetapi, kreativitas merupakan potensi utama dan menyebabkan kesehatan psikologis.
3. Berakar
Cara yang ideal adalah membangun suatu perasaan persaudaraan dengan sesama umat manusia, suatu perasaan keterlibatan, cinta, perhatian, dan partisipasi dalam masyarakat. Perasaan solidaritas dengan orang-orang lain ini memuaskan kebutuhan untuk berakar, untuk berkoneksi da berhubungan dengan dunia. Cara yang tidak sehat untuk berakar ialah dengan memelihara ikatan-ikatan sumbang masa kanak-kanak dengan ibu. Sedikit banyak, orang yang demikian tidak pernah sanggup meninggalkan rumah dan terus berpegang teguh pada keamanan ikatan-ikatan keibuan. Ikatan-ikatan sumbang dapat meluas melampaui hubungan anak-ibu dan memasukan seluruh kelompok keluarga. Dengan mepertahankan ikatan-ikatan sumbang dalam setiap tingkat, seseorang menutup pengalaman-pengalaman tertentu dan membatasi cinta dan solidaritas hanya untuk beberapa manusia. Situasi ini tidak membiarkan perhatian, pembagian, dan partisipasi penuh dengan dunia pada umumnya yang merupakan suatu syarat untuk kesehatan psikologis. Seseorang yang hanya mencintai beberapa orang, yang merasakan suatu perasaan persaudaraan dengan suatu bagian kemanusiaan yang terbatas, tidak sanggup mengembangkan seluruh potensi manusianya.
4. Perasaan identitas
Manusia juga membutuhkan suatu perasaan identitas sebagai individu yang unik, suatu identitas yang menempatkannya terpisah dari orang-orang lain dalam hal perasannya tentang dia, siapa dan apa. Cara yang sehat untuk memuaskan kebutuhan ini adalah individualitas, proses dimana seseorang mencapai suatu perasaan tertentu tentang identitas diri. Sejauh mana kita masing-masing mengalami suatu perasaan yang unik tentang diri (selfhood) tergantung pada bagaimana kita berhasil memutuskan iaktan-ikatan sumbang dengan keluarga, suku, atau bangsa kita. Orang-orang dengan perasaan individualitas yang berkembang baik mengalami diri mereka seperti lebih mengontrol kehidupan mereka sendiri, dan kehidupan mereka tidak dibentuk oleh orang-orang lain. Dengan cara ini, identitas ditentukan berdasarkan kualitas-kualitas suatu kelompok, bukan berdasarkan kualitas-kualitas diri. Dengan melekat pada norma-norma, nilai-nilai, dan tingkah laku kelompok-kelompok itu, seseorang benar-benar menemukan semacam identitas.
5. Kerangka orientasi
Dasar yang ideal untuk kerangka orientasi adalah pikiran, yakni sarana yang digunakan seseorang untuk mengembangkan suatu gambaran realistis yang objektif tentang dunia. Yang terkandung dalam hal ini ialah kapasitas untuk melihat dunia (termasuk diri) secara objektif, untuk menggambarkan dunia dengan tepat dan tidak mengubahnya dengan lensa-lensa subjektif dari kebutuhan-kebutuhan dan ketakutan-ketakutan orang sendiri. Fromm sangat mementingkan persepsi objektif tentang kenyataan. Semakin objektif persepsi kita, semakin juga kita berhubungan dengan kenyataan, jadi semakin matang dan semakin tangkas pula kita dalam menanggulangi dunia luar. Pikiran harus dikembangkan dan diterapkan dalam semua segi kehidupan. Suatu yang kurang ideal dalam membangun suatu kerangka orientasi adalah lewat irasionalitas. Hal ini, meyangkut suatu pandangan subjektif tentang dunia, peristiwa-peristiwa, dan pengalaman-pengalaman dilihat tidak menurut apa adanya tetapi menurut apa yang diinginkan orang terhadapnya. Tentu saja, suatu kerangka subjektif juga memberikan suatu gambaran dunia. Meskipun kerangka subjektif mungkin merupakan khyalan tetapi tetap riil bagi individu yang mempertahankannya.
Kodrat Kepribadian Yang Sehat
Orang-orang yang demikian mencintai sepenuhnya, kreatif, memiliki kemampuan-kemampuan pikiran yang sangat berkembang, mengamati dunia dan diri secara objektif, memiliki suatu perasaan identitas yang kuat, berhubungan dan berakar dengan dunia, subjek atau pelaku dari diri dan nasib, dan bebas dari ikatan-ikatan sumbang.
Fromm menyebut kepribadian yang sehat adalah orientasi produktif. Konsep itu menggambarkan penggunaan yang sangat penuh atau realisasi dari potensi manusia. Dengan menggunakan kata “orientasi”, Fromm menunjukkan bahwa kata itu merupakan suatu sikap umum atau segi pandangan yang meliputi semua segi kehidupan, renspons-respons intelektual, emosional, dan sensoris terhadap orang-orang, benda-benda, dan peristiwa-peristiwa didunia dan terhadap diri.
Menjadi produktif berarti orang menggunakan semua tenaga dan potensinya. Kata “produktif” mungkin menyesatkan karena kita cenderung memikirkan kata itu dalam pengertian manghasilkan sesuatu seperti barang-barang material, karya-karya seni atau ide-ide. Fromm mengartikan kata itu jauh lebih luas daripada ini. Mungkin berguna kalau memikirkan produktivitas itu sinonim dengan berfungsi sepenuhnya, mengaktualisasikan diri, mencintai, keterbukaan, dan mengalami. Orang-orang sehat menciptakan diri mereka dengan melahirkan semua potensi mereka, dengan menjadi semua menurut kesanggupan mereka, dengan memenuhi semua kapasitas mereka.
Empat segi tambahan dalam kepribadian yang sehat dapat membantu menjelaskan apa yang dimaksudkan Fromm dengan orientasi produktif. Keempat segi tambahan ini adalah cinta yang produktif, pikiran yang produktif, kebahagiaan, dan suara hati. Karena cinta yang produktif menyangkut empat sifat yang menantang perhatian, tanggung jawab, respek dan pengetahuan. Mencintai orang-orang lain berarti memperhatikan (dalam pengertian memelihara mereka), sungguh-sungguh memperhatikan kesejahteraan mereka, dan membantu pertumbuhan dan perkembangan mereka. Hal ini berarti memikul tanggung jawab untuk orang-orang lain, dalam pengertian mau mendengarkan kebutuhan-kebutuhan mereka juga orang-orang yang dicintai dipandang dengan respek dan menerima individualitas mereka, mereka dicintai menurut siapa dan apa adanya. Dan untuk menghormati mereka, kita harus memiliki pengetahuan penuh terhadap mereka, kita harus memahami mereka siapa dan apa secara objektif.
Pikiran yang produktif meliputi kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas. Pemikir produktif didorong oleh perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pemikir yang produktif dipengaruhi olehnya dan memperhatikannya. Fromm percaya bahwa semua penemuan dan wawasan yang hebat melibatkan pikiran objektif, dimana pemikir-pemikir didorong oleh ketelitian, dan perhatian untuk menilai secara objektif seluruh masalah.
Orang-orang yang produktif ialah orang-orang yang berbahagia. Fromm menulis bahwa suatu perasaan kebahagian merupakan bukti bagaimana berhasilnya seseorang “dalam seni kehidupan”. Kebahagiaan merupakan prestasi (kita) yang paling hebat. Fromm membedakan dua tipe suara hati otoriter dan suara hati humanistis. Suara hati otoriter adalah penguasa dari luar yang diinternalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu. Penguasa itu dapat berupa orang tua, Negara, atau suara kelompok lainnya yang mengatur tingkah laku melalui ketakutan orang itu terhadap hukuman karena melanggar kode moral dari penguasa. Suara hati humanistis ialah suara dari diri dan bukan dari suatu perantara dari luar. Pedoman kepribadian sehat untuk tingkah laku bersifat internal dan individual. Orang bertingkah laku sesuai dengan apa yang cocok untuk berfungsi sepenuhnya dan menyingkap seluruh kepribadian, tingkah laku-tingkah laku yang menghasilkan rasa persetujuan dan kebahagiaan dari dalam. Jadi, kepribadian yang sehat dan produktif memimpin dan mengatur diri sendiri.
Sebagai suatu masyarakat dimana tidak ada orang yang dieksploitasi atau dimanipulasi untuk suatu maksud lain selain untuk mencapi perkembangan diri yang maksimal. Dalam masyarakat yang akan datang ini, kemanusiaan kita akan menjadi fokus, gerakan-gerakan ekonomis dan politis akan bertujuan untuk membantu pertumbuhan dan fungsi yang penuh manusia. Cita-cita masyarakat ini ialah cinta, solidaritas manusia, dan persaudaraan, partisipasi yang bertanggung jawab dari setiap individu dalam kehidupannya sendiri dan dalam masyarakat, bimbingan tingkah laku menurut perasaan diri setiap orang dan penggunaan setiap manusia secara penuh dan produktif.
Kepribadian yang sehat menurut Erich Fromm adalah, pribadi yang produktif yaitu pribadi yang dapat menggunakan secara penuh potensi dirinya. Kepribadian yang sehat menurut Fromm ditandai beberapa hal antara lain pola hubungan yang sehat (konstruktif), bukan atas dasar ketergantungan ataupun kekuasaan dalam hubungan dengan orang lain, kelompok, dan Tuhan. Transendensi (kebutuhan untuk melebihi peran-peran pasif, melampaui perasaan tercipta menjadi pencipta yang aktif-kreatif). Perasaan berakar yang diperoleh melalui persaudaraan dengan sesama umat manusia, perasaan keterlibatan, cinta, perhatian, dan partisipasi dalam masyarakat. Perasaan identitas sebagai individu yang unik. Memiliki kerangka orientasi (frame of reference) yang mendasari interpretasinya yang objektif terhadap berbagai peristiwa. Menurut tokoh lain, Viktor Frankl, hakekat eksistensi manusia terdiri dari tiga faktor, yaitu spiritualitas, kebebasan, dan tanggung jawab. Sama seperti Fromm, dan tokoh-tokoh lain yang menggambarkan kepribadian yang sehat (Carl Rogers, Maslow, Fritz Pearls), Frankl juga menegaskan faktor kebebasan/independency/otonomi (kebalikan dari ketergantungan). Kegagalan dalam menegakkan tiga faktor tersebut akan mengakibatkan frustrasi eksistensial yang ditandai oleh perasaan hampa/absurd (ragu akan makna hidupnya sendiri). Ada 4 segi tambahan dari kepribadian sehat yaitu cinta, pikiran, kebahagiaan, dan suara hati yang produktif. Cinta yang produktif adalah cinta yang memperhatikan serta membantu pertumbuhan dan perkembangan orang lain. Pikiran yang produktif adalah pikiran yang berfokus pada gejala-gejala dan mempelajarinya secara keseluruhan, bukan hanya dalam potongan-potongan. Suara hati yang produktif adalah suara hati yang memimpin dan mengatur diri sendiri. Cinta yang produktif adalah suatu hubungan manusia yang bebas dan sederajat dimana partner-partner dapat mempertahankan individualitas mereka. Diri orang tidak terserap atau hilang dalam cinta terhadap orang lain. Diri tidak berkurang dalam cinta produktif, melainkan diperluas, dibiarkan terbuka sepenuhnya. Suatu perasaan akan hubungan tercapai, tetapi identitas dan kemerdekaan seseorang terpelihara Cinta yang produktif itu merupakan suatu kegiatan dan bukan suatu nafsu. Cinta yang produktif tidak terbatas pada cinta yang erotis, tetapi mungkin merupakan cinta persaudaraan. Tercapainya cinta yang produktif merupakan salah satu dari prestasi-prestasi kehidupan yang lebih sulit. Mencintai orang-orang lain berarti memperhatikan (dalam pengertian memelihara mereka) kesejahteraan mereka, membantu pertumbuhan dan perkembangan mereka. Mencintai berarti memikul tanggung jawab untuk orang-orang lain. Fromm mengingatkan bahwa cinta yang produktif ini sukar dicapai. Pikiran yang produktif meliputi kecerdasan, pertimbangan, dan objektivitas. Pemikir yang produktif didorong oleh perhatian yang kuat terhadap objek pikiran. Pikiran yang produktif berfokus pada seluruh gejala dengan mempelajari dan bukan pada kepingan-kepingan atau potongan-potongan gejala yang terpisah. Fromm percaya bahwa semau penemuan dan wawasan yang hebat pasti melibatkan pikiran objektif. Kebahagiaan merupakan suatu bagian integral dan hasil kehidupan yang berkenaan dengan orientasi produktif. Kebahagiaan bukan karena suatu perasaan atau keadaan yang menyenangkan melainkan kondisi yang meningkatkan seluruh organisme, menghasilkan penambahan gaya hidup, meningkat kesehatan fisik, dan pemenuhan potensi-potensi seseorang. Fromm menyatakan bahwa suatu perasaan kebahagiaan merupakan bukti bagaimana keberhasilan seseorang ”dalam seni kehidupan”. Suara hati ada dua tipe suara hati, yaitu suara hati otoriter dan suara hati humanistis. Suara hati otoriter adalah penguasa dari luar yang diinternalisasikan, yang memimpin tingkah laku orang itu. Apabila orang itu bertingkah laku berlawanan dengan kode moral itu (atau bahkan berpikir untuk bertingkah laku demikian), maka dia mengalami perasaan bersalah. Jadi ’wasit’ dari tingkah laku dan pikiran terletak diluar diri dan bertindak untuk menghalangi fungsi dan pertumbuhan yang penuh dari diri.





BAB III

KESIMPULAN

Kepribadian menurut Rogers dalam perkembangan kepribadian “SELF”, merupakan satu-satunya sepribadian yang sebenarnya. Dengan kata lain self dibentuk melalui deferiensiasi medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu serta dari distorsi pengalaman. Self bersifat integral dan konsisten. Pengalaman yang tidak sesuai dengan struktur self dianggap ancaman dan self dapat berubah sebagai akibat kematangan biologic dan belajar. Konsep self menggambarkan konsepsi mengenai dirinya sendiri, ciri-ciri cerdas, menyenangkan, jujur, baik hati dan menarik.
Peran positiv Regard dalam pembentukan kepribadian individu menurut rogers yaitu, dalam hidupnya, manusia selalu mempunyai perasaan dan kebutuhan untuk dicintai, disukai dan diterima oleh orang lain.dan oleh karena itu self akan berkembang secara utuh-keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagian jika tercapai.
Ciri-ciri orang yang berfungsi sepenuhnya menurut Rogers,
1) Keterbukaan terhadap pengalaman (openness to experience)
adalah salah satu dari lima wilayah utama kepribadian yang ditemukan oleh para psikolog. Keterbukaan aktif melibatkan imajinasi, estetika sensitivitas, perhatian terhadap perasaan batin, preferensi untuk berbagai, dan keingintahuan intelektual. Sebagian besar psikometrik penelitian telah menunjukkan bahwa kualitas ini secara statistik berkorelasi. Dengan demikian, keterbukaan dapat dipandang sebagai ciri kepribadian global yang terdiri dari satu set ciri-ciri khusus, kebiasaan, dan kecenderungan yang berkumpul.
2) hidup menjadi (existential living)
sebagian didasarkan pada eksistensial keyakinan bahwa manusia sendirian di dunia. Perasaan kesendirian ini menyebabkan perasaan ketakbermaknaan yang dapat diatasi hanya dengan orang itu sendiri menciptakan nilai-nilai dan makna. Ini menunjukkan bahwa dalam membuat pilihan-pilihan kita sendiri kita menerima tanggung jawab penuh atas hasil dan menyalahkan siapa pun kecuali diri kita sendiri jika hasilnya kurang dari apa yang diinginkan.
3) keyakinan organismik (organismic trusting)
Mempercayai seseorang pikiran dan perasaan sebagai akurat. Lakukan apa yang datang secara alami.
4) pengalaman kebebasan (experiental freedom)
Untuk mengakui kebebasan seseorang dan bertanggung jawab atas tindakan sendiri.
5) kreativitas (creativity)
Full partisipasi di dunia, termasuk memberikan kontribusi bagi kehidupan orang lain.
Kepribadian sehat menurut Abraham Maslow yaitu,
A.Individu sebagai Kesatuan Terpadu
Maslow pertama-tama menekankan bahwa individu merupakan kesatuan yang terpadu dan terorganisasi. Pernyataan ini hampir menjadi aksioma yang diterima oleh semua orang, yang kemudian sering dilupakan dan diabaikan tatkala seseorang melakukan penelitian. Penting sekali untuk selalu disadarkan kembali hal ini sebelum seseorang melakukan eksperimen atau menyusun suatu teori motivasi yang sehat.
B.Hirarki Kebutuhan
Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut.
Hirarki Kebutuhan dibagi sebagai berikut:
• Identifikasi Kebutuhan Fisiologis
• Identifikasi Kebutuhan Rasa Aman
• Identifikasi Kebutuhan Sosial
• Identifikasi Kebutuhan akan Penghargaan
• Identifikasi Kebutuhan Aktualisasi Diri

Kepribadian sehat menurut Erich Fromm yaitu, pribadi yang produktif yaitu pribadi yang dapat menggunakan secara penuh potensi dirinya. Kepribadian yang sehat menurut Fromm ditandai beberapa hal antara lain pola hubungan yang sehat (konstruktif), bukan atas dasar ketergantungan ataupun kekuasaan dalam hubungan dengan orang lain, kelompok, dan Tuhan. Transendensi (kebutuhan untuk melebihi peran-peran pasif, melampaui perasaan tercipta menjadi pencipta yang aktif-kreatif). Perasaan berakar yang diperoleh melalui persaudaraan dengan sesama umat manusia, perasaan keterlibatan, cinta, perhatian, dan partisipasi dalam masyarakat. Perasaan identitas sebagai individu yang unik. Memiliki kerangka orientasi (frame of reference) yang mendasari interpretasinya yang objektif terhadap berbagai peristiwa.




DAFTAR PUSTAKA

• Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan : Model-model Kepribadian Sehat.
Alih bahasa : Yustinus. Yogya : Kanisius
• Nurihsan, J. 2007.Teori Kepribadian.Bandung .T Remaja Rosdakarya.
• Suryabrata, Sumadi. 2008. Psikologi Kepribadian. PT. RajaGrafindo
Persada.Jakarta.
• Hall, Calvin S.,Lindzey, Gardner. 1993. Teori Kepribadian 1: Teori-Teori
Psikodinamk ( Klinis ). Kanisius. Yogyakarta.
• Hall, Calvin S,. Lindzey, Gardner. 1993. Psikologi Kepribadian 2 : Teori-
Teori Holistik ( Organisnik-Fenomenologi ). Kanisius. Yogyakarta.




KELOMPOK 2

NAMA:
1. ESTY EKAWATI (13509953)
2. INTAN PERMATASARI (10509259)
3. PRAHESTI EKA R. (13509945)
4. PUTRI KANTI (10509079)
5. PUTRI MAHARANI (16509271)
6. ADITYA HURTMOKO (10505289)

KELAS: 2PA03